Zat warna tekstil
Zat Warna Tekstil
Sifat Zat Warna Direk
Zat
warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai
dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna
direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya
kurang cerah dan tahan luntur hasil celupannya kurang baik
Zat
warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat selulosa,
beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan
ikatan hidrogen. Kebanyakan zat warna direk merupakan senyawa azo yang
disulfonasi.
Kelarutan
zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan
karena zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam
pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata,
tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas
zat warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian hasil celupnya
lebih rendah. Proses pelarutan zat warna direk :
H2O
R1-N=N-R2-SO3Na →R1-N=N-R2-SO3- + Na+ → R1-N=N-R2-SO3- . aq + Na+ . aq
Faktor
yang menentukan kelarutan zat warna direk adalah ukuran partikel zat
warna direk dan jumlah gugus pelarut dalam struktur zat warnanya. Makin
kecil ukuran partikel zat warna makin tinggi kelarutannya, demikian pula
bila jumlah gugus pelarutnya makin banyak.
Substantifitas
zat warna direk relatif kecil, sehingga diakhir pencelupan selalu ada
sisa zat warna direk yang tidak terserap bahan. Untuk memperbesar
penyerapan zat warna direk selama pencelupan dapat dilakukan beberapa
usaha antara lain dengan menurunkan vlot, menambahkan garam (NaCl atau
Na2SO4), menurunkan suhu dan pH larutan pencelupan.
Sifat Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif terbagi menjadi 2 bagian yaitu Zat Warna Reaktif Panas dan Zat Warna Reaktif Dingin.
Zat Warna Reaktif Dingin
Yang
termasuk zat warna reaktif dingin adalah Procion M dengan sistem
reaktif diklorotriazin (DCT) dan drimarene K engan sistem reaktif
dyfluoro-monokhlro-pirimidin. Keduannya termasuk zat warna raktif yang
bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi nukleofilik.
Kereaktifan zat warna reaktif dingin sangat tinggi sehingga proses pencelupannya dapat dilakukan pada suhu 30oC – 40OC. Oleh karena itu kromogen zat warna reaktif dingin relatif kecil sehingga warnannya lebih cerah dari zat warna reaktif panas.
Hal yang sangat perlu dilakukan diperhatikan dalam proses pencelupannya
adalah zat warnanya sangat kurang stabil, sangat mudah rusak
terhidrolisis, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha guna menguirangi
terjadinnya reaksi hidrolisis.
Salah
satu cara engurangi terjadinya hidrolisis zat warna reaktif dingin
adalah pada proses persiapan larutan celup, persiapan larutan alkali dan
zat warna dipisah pada tangki yang berbeda, dari resep pencelupan
biasanya dibuat dengan perbandigan 4 : 1 dan keduannya baru dicampurkan
sesaat ketika hendak dipakai.
Dibanding dengan zat warna reaktif panas, karena lebih reaktif maka
pemakaiannya alkali untuk zat warna reaktif dingin lebih sedikit (hampir
setengahnya dari jumlah alkali untuk zat warna reaktif panas ), selain
itu kecerahan zat warna reaktif dingin lebih cerah dari zat warna
reaktif panas karena kromogennya (D) lebih kecil dari kromogen zat warna
reaktif panas.
Zat Pembantu pencelupan selulosa dengan zat warna reaktif dingin
Zat pembantu yang perlu ditambahkan pada larutan celup antara lain elektrolit (Na2SO4, NaCl), Na2CO3, dan
pembasah. Selain itu dapat juga ditambahkan zat pelunak air, zat anti
crease mark dan zat antireduksi. Setiap zat pembantu tekstil mempunyai
fungsi masing-masing yang dapat memperlancar proses pencelupan.
Adapun mekanisme pencelupan terdiri dari tiga tahap yaitu :
Pertama : Difusi zat warna dalam larutan
Molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak pada temperatur
tinggi pergerakan tersebut lebih cepat. Kemudian bahan tekstil dimasukan
kedalam larutan celup.
Kedua : Adsorpsi
Kedua
molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar dapat
mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat
warna dapat terserap menempel pada permukaan serat.
Ketiga : Fiksasi
Penyerapan
atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat serat secara
bersamaan, sehingga zat warna yang terserap dapat menyebar secara
merata.
Gugusan
hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan penting pada
pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hydrogen dari gugusan
hidroksil tersebut diganti dengan gugusan asetil maka serat tak dapat
mencelup zat warna direk lagi. Hal tersebut disebabkan karena gugusan
hidroksil dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan
gugusan-gugusan hidroksil, amina dan azo dalam molekul zat warna.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Pengaruh elektrolit
Pengaruh
elektrolit akan memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh zat
warna, meskipun zat warna mempunyai kepekaan yang berbeda. Elektrolit
yang digunakan adalah garam dapur (NaCl). Zat warna dengan gugus
sulfonat yang banyak akan lebih mudah ditolak oleh serat dari pada yang
sedikit, sehingga perlu ditambahkan elektrolit.
Pengaruh Temperatur
Pada umumnya termasuk proses pencelupan eksotermis yang pada keadaan
setimbang jika temperaturnya tinggi penyerapannya akan rendah dibanding
pada temperatur rendah. Oleh karena itu pencelupan zat warna direk ini
diperlukan temperatur yang tinggi untuk mempercepat reaksi. Sehingga
apabila temperaturnya tinggi, maka jumkah zat warna yang terserap lebih
besar, kemudian berkurang kembali.
Pengaruh pH
Zat
warna direk digunakan dalam suasana netral. Apabila dilakukan
penambahan alkali, maka akan memperhambat penyerapan. Sehingga sering
ditambahkan abu soda 3% untuk mengurangi kesadahan air atau untuk
mempervaiki kelarutan zat warna.
Pengaruh Perbandingan Larutan
Perbandingan
larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap
berat bahan tekstil yang di proses. Dalam kurva isoterm terlihat bahwa
kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya
penyerapan. Pada dasarnya dilakukan untuk memperkecil zat warna yang
terbuang atau hilang. Sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam
pemakaian zat warna. Dan hanya mempergunakan larutan simpan bekas
celupan dengan menambahkan zat warna baru pada larutan tersebut, maka
dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula Maka
untuk mencelup warna-warna tua di usahakan untuk memakai perbandingan
laruta celup yang kecil sehingga zat warna yang terbuang hanya sedikit.
Zat Warna Reaktif Panas
Zat
warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi
dengan serat sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat.
Oleh karena itu, hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan
cuci yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna
reaktif kecil maka kecerahan warnanya akan lebih baik daripada zat warna
direk.
Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Golongan 1 : zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat dan membentuk
ikatan pseude ester, misalnya : zat warna procion, cibanon, drimaren dan levafix.
Golongan 2 : zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan
membentukikatan ester, misalnya : zat warna remasol dan remalan.
Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai berikut :
S – K – P – R – X
S = gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat.
K = khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan akinon.
P = gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya gugus amina dan
amida.
R = sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil.
X = gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif seperti gugus khlor dan sulfat.
Khromofor
zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya serap
terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan
serat mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap
dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat
berjalan dengan baik diperlukan penambahan alkali misalnya Natrium
Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan dengan alkali bahan akan
tahan pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi antara zat
warna dengan serat yang membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul
air juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna,
dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi
hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan penaikan temperatur.
Pemakaian
zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang
mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem
reaktif mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil
sulfon. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisa :
1. Kereaktifan zat warna. Apabila zat warna reaktifnya tinggi maka zat warna akan mudah
rusak terhidrolisis.
2. Kondisi celup.
a) Temperatur. Telah disebutkan diatas bahwa dengan adanya penaikan temperatur
maka reaksi hidrolisa bertambah cepat.
b) PH. Dengan pH yang tinggi maka akan terjadi reaksi hidrolisa yang tinggi.
c) H2O. reaksi hidrolisa juga akan tinggi jika pemakaian air banyak pula.
Untuk
mengurangi terjadinya reaksi hidrolisis maka digunakan metode
penambahan alkali secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan
hasil yang rata dan tua.
Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut amemiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana golongan indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit dan didalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna nyang berikatan ionik dengan sera
Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam suasana
alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan tidak memerlukan
proses pembejanaan.
yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan nama dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon dikenal dengan nama dagang antraso
Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat warna bejana larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan luntur warna terhadap pencuciannya tinggi karena pada akhir proses pencelupannya zat warna bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut.
Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna bejana larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol
Sifat-sifat umum :
- larut dalam air
- berikatan kovalen dengan serat
Zat Warna Naftol
Zat
warna naftol adalah zat warna azo yang pembuatannya simultan dengan
proses pencelupan, zat warna naftol terdiri dari 2(dua) komponen yaitu
naftol dan garam diazonium.
Naftol
tidak bisa larut di air sehingga untuk penaftolan bahan naftol harus
dirubah menjadi naftolat dengan menambahkan NaOH. Setelah penaftolan
bahan barulah warnanya dibangkitkan dengan garam diazonium sehingga
terjadi proses kopling antara naftol dan garam diazonium didalam serat.
Berdasarkan
warna hasil koplingnya, ada 2 jenis naftol yaitu naftol monokromatik
yang warnannya mengarah kesatu arah warna dan naftol polikromatik.
Sifat-sifat umum dari zat warna naftol :
-tidak luntur dalam air
-luntur dalam piridin pekat mendidih
-bersifat poligenetik dan monogenetic
-karena mengandung gugus azo, maka tidak tahan terhadap redukto
Zat Warna Dispersi
Zat
warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya
mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya
sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna
tua. Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini
terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat
warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna
azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan
sifat yang baik.
Sifat-sifat umum zat warna dispersi
a) Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul
b) Pada umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo, antrakwinon/nitro akril amina dengan berat molekul rendah
c) Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2 mikron
d) Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH
e) Selama proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan kimia
Sifat – sifat kimia zat warna dispersi
Berlainan
dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik
sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik).
Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik (zat
warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air.
Cara
melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan
dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5
mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini
mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga
bersifat hidrofobik.
Dalam
proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan
terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat
di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:
- Azo (NN) : 55%
- Diazo (NN-NN) : 10%
- Antrakwinon : 20%
- Lain – lain : 15%
kelarutan
Meskipun
Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat
mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi
mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional
(-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen.
Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwikutub) dan juga
membentik ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atu gugus asentil dari
serat poliester.
Adanya gugus aromatik OH dan alifatik AH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat
warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah
akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat meningkat
dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting dalam
proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi
oleh :
a) Kecepatan penyerapan zat warna
b) Banyak / sedikitnya penyerapan
c) Migrasi
d) Penodaan pada serat campuran.
Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel-partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent)
zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna
sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat
membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di
pengaruhui oleh:
a) Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b) Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d) Distribusi partikel ukuran zat warna
Zat warna pigmen
Zat
warna pigmen hanya berupa kromogen zat warna yang tidak mempunyai gugus
yang dapat berikatan dengan serat sehingga dalam proses pencapan dan
pencelupannya perlu dibantu dengan binder yang berperan sebagai zat
pengikat antara serat dan zat warna, sehingga ketahanan lunturnya sangat
ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder.
Zat
warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja
sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang
disebut binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsur-unsur
yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam
organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat
warna ini luntur dalam dimetil formamida pekat dan dimetil formadida 1:1
kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat
warna pigmen anorganik
Tidak
seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil,
maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga
untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan,
akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan
kualitas kasar sampai sedang.
Untuk
pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan
untuk mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan
cara padding dan pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat
ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna
oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film
dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas pada
waktu curing.
Zat warna belerang
Termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf murah, dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah.
Struktur
molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung
belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan
disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya.
Komentar
Posting Komentar